Hati yang tulus terhadap Allah
Kita sudah
melihat bahwa anugerah keselamatan adalah tentang berjumpa dengan Allah, yaitu manusia dapat
berkontak dengan Tuhan Yesus Kristus. Namun, ketika kita hendak menyatakan
berita Injil Yesus Kristus kepada orang tentang Pertobatan dan Pengampunan
dosa, maka kita akan menemukan bahwa di antara pendengar ada yang mengalami
kesulitan yang berbeda-beda. Lalu apa syarat minimum bagi manusia untuk
berkontak dengan Allah?
Jawabannya
adalah lihat perumpaan tentang seorang penabur. Allah hanya mengajukan satu
permintaan. “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang-orang yang setelah
mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah
dalam ketekunan” (Lukas 8:15). Permintaan Allah terhadap manusia adalah hati yang baik (TSI : hati yang tulus). Tak peduli dia mengerti atau tidak,
asal dia bersiap/ tulus terhadap Allah, maka Allah siap menjumpai dia.
Masalahnya
adalah Alkitab mengatakan : ”Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala
sesuatu (Yeremia 17:9). Jika demikian , bagaimana manusia bisa datang dengan
“hati yang tulus” guna memuaskan keinginan Allah? Terjawab dalam perumpaan
penabur di atas : titik beratnya tidak mengatakan bhwa orang yang menerima
firman Allah adalah orang yang baik & sempurna, melainkan dia harus TULUS
terhadap Allah.
Hati lebih
licik daripada segala sesuatu adalah fakta yang tidak pernah berubah, tetapi
manusia masih tetap bisa membawa nature tersebut datang kepada Allah dengan
tulus berkata : ”Aku adalah seorang berdosa, belaskasihani aku ya Allah”. Dari
hasratnya kepada Allah, dia mungkin menjadi orang yang tulus. Hati inilah yang
dicari Allah di dalam manusia.
Syarat utama
orang berdosa menerima anugerah sebelum percaya/bertobat adalah memiliki hati
yang tulus dan bersungguh-sungguh kepada Allah. Terhadapnya Allah tidak memiliki
permintaan apa-apa, asal dia dengan sikap yang demikian datang ke hadapan
Allah. Di antara hati yang penuh kelicikan ada sedikit ketulusan. Benih yang
baik akan jatuh ke dalamnya dan berbuah.
Lihat contoh
tentang Saulus (Paulus). Dia tentunya tidak berniat untuk beroleh selamat
melalui Tuhan Yesus, tetapi dlam perjalanan di Damsyik, Tuhan melihat dia
memiliki sikap hati ynag tulus terhadap Allah. Inilah titik awal di berhubungan
dengan Tuhan, ketika ia berkata : “Apakah yang harus kuperbuat?”, dia dengan
tulus menyentuh Tuhan. “Sentuhan” semacam ini yang membuat dia beroleh selamat.
Saya tegaskan
lagi, satu-satunya keperluan adalah hati yang tulus. Jika kita mau Allah, tidak
ada masalah lagi. Asal Anda dengan tulus datang kepada Nya, DIA tetap mau
mendengarkan Anda.
Tuhan Yesus
Memberkati.
-Bp. Pnt.
Hendri

Komentar
Posting Komentar